Menulis untuk mengubah
Aku bukan sastrawan. Menulis di
blog inipun masih terasa kacau. Sulit menyatakan kata-kata untuk diri sendiri
apalagi dunia. Terasa kaku tangan ini mengetik atau menyentuh pulpen. Rasanya ingin
tidur saja, pulas, dan bermimpi. Tapi, mengubah dunia dengan menulis? Coba pikirkan
lagi.
Sastra di Indonesia bisa dibilang
cukup maju. Yang awalnya hanya sekedar tulisan berubah menjadi sebuah film yang
akhirnya banyak penulis baru dan muda berdatangan layaknya lebah mencari bunga.
Sastra adalah sebuah seni, ya, saya anak seni rupa. Saya akan mengartikan itu
sebagai sebuah seni. Maka dari itu bisa disimpulkan, bagaimana seni (Sastra)
bisa merubah dunia? Apa mungkin? YA!
Seni itu sebuah wadah pagi para
seniman atau kreator. Oiya! Sastrawan juga seniman loh ya. Wadah yang bebas
tanpa terakit aturan. Bisa gitu? Ya! Karena para seniman tidak belajar eksak
ataupun social, kami belajar menjadi wadah pengumpul aspirasi. Karena itulah
kami tidak akan pernah merasa salah atau benar karena kami punya aturan lain
dalam dunia ini, yaitu tanpa aturan.
Seni itu sendiri adalah karya,
sebuah tulisan yang aku buat sekarang adalah karya, sebuah script film adalah
karya, sebuah novel adalah karya, maka pantas seorang penulis disebut seorang
seniman. Tulisan-tulisan yang dibuat bisa mengubah pemikiran seseorang. Dengan kata
yang komunikatif, tidak berat tidak ringan. Tidak kasar tidak halus. Tulisan yang
di buat bisa berbentuk sebuah karya yang “sarcastic” atau sebuah karya yang
mengadu domba tanpa melupakan etika dalam menulis.
Banyak penulis yang berhenti di
tengah jalan. Padahal idenya sangan menggeleggar. Mereka tak kuat atau kurang mempunyai
tujuan yang jelas. Maka, tulisan yang bisa menjadi sebuah karya pengubah dunia
malah menjadi draf di komputer penulis itu. Jelasnya, mengubah dunia tidak
harus dengan berkoar di depan gedung DPR. Kita bisa menulis. Penulis yang baik
adalah penulis yang tahu tempat.
No comments:
Post a Comment